Lanjut ke konten

Menelusuri Sisi Aneh: Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal

Mei 15, 2009

Saya pikir banyak orang Indonesia pasti mengenal sosok Faisal H Basri (FHB), SE, MA. Ia sering muncul di TV seagai

Faisal H Basri

Faisal H Basri

seorang analisis ekonomi kawakan. Ia adalah seorang ekonom lulusan Vanderbilt University, Tennessee – Amerika. Bahasa yang lugas, penampilan sederhana melekat pada sosok pria kelahiran Bandung 50 tahun silam. Ia sempat terjun di dunia politik dengan mendirikan partai PAN dan menjadi Sekjen Pertama PAN. Ia pula menpionirnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) namun kini tetap setia menjadi staf pengajar FE-UI.

Munculnya nama Bapak Faisal Basri mungkin menjadi titik nadir pro-kontra bagi mereka yang tidak menyukai bahkan timbulnya aksi gerakan anti Say No to Boediono, Say Yes to Budi Anduk. Hal ini muncul dari tulisan yang sangat memukau dari Faisal H Basri yakni Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal di blog kompasiana-nya. Di blog tersebut, pak Faisal sebutkan bagaimana pertemuanya pertama pada Pak Boediono lalu secara berurutan menceritakan sisi lain dari Pak Boediono. Pak Boediono adalah seorang ekonom handal, itu pasti karena beliau adalah seorang Guru Besar Ekonomi.

Dalam artikel tersebut Pak Faisal menuliskan bagaimana sosok Boediono yang bersahaja, santun dan memegang teguh dan bekerja keras sesuai prinsip-prinsip ekonomi yang dianutnya.

Sikap rendah hati itulah [red: Pak Boediono] yang paling membekas pada saya. Lebih banyak mendengar ketimbang bicara. Kalau ditanya yang “nyerempet-nyerempet,” jawabannya cuma dengan tersenyum. Saya tak pernah dengar Pak Boed menjelek-jelekkan orang lain, bahkan sekedar mengkritik sekalipun.  – kutipan : Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal

*******

Menulusuri Sisi : Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal

klik untuk melihat foto
Ekonom UI, Faisal Basri

Tulisan pak FHB memang sangat diperlukan untuk membangkitkan citra yang seimbang atas sosok Pak Boediono. Begitu juga halnya pada pencitraan (Alm) Ali Alatas, Amien Rais, SBY, DN Aidit ataupun Soeharto. Bagi mereka yang dekat dengan pak Harto, mereka merasakan getaran kesederhanaan, kesantunan sekaligus ketegasan dalam diri beliau. Namun, disisi lain kita merasakan hal yang berbeda, sebagian masyarakat mungkin benci akan tindakan refresif (Alm) Soeharto mengejar dan membunuh dengan sadis para simpatisan PKI yang tidak tahu menahu kejadian Gestapu, mengejar para aktivisis yang menentang aksi KKN.  Dan siapa sangka Jenderal dengan Senyum manisnya dengan bicara begitu santun bisa begitu “dingin” dan terjadi praktik KKN dimasanya. Begitu juga sosok Aidit yang dicam “beringas” dan “amoral”, namun disisi lain ia memiliki sifat-sifat yang begitu halus dan etos baik di partai maupun dikeluarga dan sahabatnya.

Masa lalu telah berlalu, kita harus menatap masa depan dengan belajar dari sejarah masa lalu. JAS MERAH, jangan sekali-kali melupakan sejarah, itulah pesan Bung Karno kepada kita. Begitu hendaknya kita menyikapi  pro dan kontra atas pribadi Boediono. Mengapa ada yang pro dan mengapa ada kontra, adalah hal yang wajar dalam suatu sistem demokrasi. Namun, setiap pro dan kontra hendaknya memiliki landasan yang jelas, mengapa pro dan mengapa kontra. Dan alangkah baiknya jika kita bukan seperti Burung Beo yang hanya mengikuti apa kata orang tanpa memahami betul kondisi-kondisi sebenarnya.

Disisi lain, saya agak merasa aneh pernyataan Pak FHB  beberapa waktu dulu ketika beliau berada di Padang-Sumatera Barat dan ditanya oleh Padang Today, bagaimana pandangan FHB jika Boediono dipilih sebagai cawapres.

Saya menilai sayang jika Prof. Boediono ditempatkan sebagai Wapres,dia itu teknokrat, lebih tepat jika dia mengurus persoalan ekonomi dan moneter di level menteri, akan lebih optimal,”
Ditambahkan Faisal, kemampuan Boediono justru akan terhambat jika dia diposisikan sebagai Wapres.
Pak Boediono diakui dunia sebagai pakar ekonomi moneter, kemampuannya justru dibutuhkan untuk mengelola ekonomi dan moneter kita, yang menjadi domain kerja Menko Ekonomi serta Gubernur BI, jadi kalau dia ditempatkan di Wapres justru kontraproduktif,” ungkap FHB.

Pak FHB saat ini tampak sekali  mendukung SBY-Boediono, padahal pada 20 Desember Faisal  Basri mengemukan kegagalan ekonomi SBY yang selama ini dimotori Boediono sebagai Menko Perekomian dan Menkeu Sri Mulyani. FHB mengingatkan kepada masyarakat agar tidak terjebak dengan janji-janji SBY saat melakukan kampanye. Ia mengatakan tersebut d Hotel Aston Atrium JakartaRakyatMerdeka

“Hati-hati saat kampanye bila SBY bicara tentang angka pengangguran dan kemiskinan menurun….. Presiden yang dipilih berhasil alakadarnya. Tidak ada perbaikan secara signifikan. Apa gunanya dipilih lagi. Buat apa kita pilih yang katanya doktor, bintang empat (jenderal), ahli pertanian,”
Pengangguran misalnya, terjadi pengurangan atau penurunan angka pengangguran dari 9,1 persen tahun 2007 menjadi 8,1 persen tahun 2008.

“Tapi itu di sektor informal, pedagang kaki lima yang tidak ada pensiun, tidak ada tunjangan kerja. Beginilah kalau presidennya jaim (jaga image), berbedak terus, berkosmetik terus,”
Faisal menambahkan, selama kepemimpinan SBY, telah tercipta jurang yang cukup dalam antara si kaya dan si miskin. Subsidi yang diberikan tidak tepat sasaran dan lebih banyak dinikmati oleh orang kaya.

Bahkan belum sebulan yang lalu yakni 27 April 2009, Faisal Basri secara gamblang menulis Menakar Kinerja SBY-JK di Kompas cetak :

Selama tahun 2004-2008, anggaran untuk memerangi kemiskinan naik hampir empat kali lipat, tetapi angka kemiskinan hanya turun 1 persen saja. Bukti tumpulnya kebijakan ekonomi untuk memberantas kemiskinan terlihat pula dari perbandingan dengan negara-negara tetangga.

Pemerintahan SBY-JK juga bisa dipandang terseok-seok dalam memerangi pengangguran dan meningkatkan kualitas pekerja. Angka pengangguran terbuka memang turun sedikit dari 9,9 persen pada tahun 2004 menjadi 8,4 persen pada tahun 2008. Namun, pada periode yang sama terjadi peningkatan underemployment (separuh menganggur) dari 29,8 persen menjadi 30,3 persen.

Pemerintahan SBY-JK gagal untuk menghasilkan pola pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mengutamakan penguatan sektor produksi barang. Yang paling mencolok adalah kinerja industri manufaktur.

Dari analisis tajam seorang FHB 1 bulan yang lalu atas kinerja ekonomi pemerintah  SBY-JK selama 2004-2008 yang hampir3 tahun dipimpin oleh tim ekonomi Boediono sudah gagal. Analisis yang tajam dari FHB pada tanggal 27 April  2009 tidak jauh berbeda dengan analisis 5 bulan lalu pada 29 Desember 2008 dan juga sebelum-belumnya. Namun, pasca Boediono dipinang SBY, pola analisis FHB berubah dan bisa dikatakan lebih dari 100 derajat. Apakah analisis tajam FHB sudah terbeli oleh politik? Apakah FHB akan kembali masuk ke politik seperti pada tahun 1998 silam?

*******

Pemaparan Pak FHB mengenai Boediono merupakan salah satu tulisan terpercaya, dan patut diberi apresiasi yang selayaknya karena berdasarkan realitas kedekatan dan analisisnya. Secara garis besar, FHB menggambarkan sosok kepribadian yang unggul dalam diri Boediono. Kepribadian yang unggul inilah yang membawa dirinya menduduki posisi yang strategis di negeri ini. Namun, kita harus juga menelusuri sisi lain, hal yang tidak bisa kita lupakan dalam perjalanan bangsa ini yakni BLBI dan Agenda Penjualan BUMN Strategis serta Perbankan BPPN yang mana total kerugian negara akibat aksi ini mencapai ribuan triliun. Kita perlu tahu bahwasanya agenda-agenda tersebut merupakan buah dikte dari IMF pada saat itu (2002). Dan kita pun sudah melihat adanya ketimbangan tulisan pak FHB pada 14 Mei dengan 27 April.

Dalam kesempatan ini, saya akan mengutip langsung pernyataan Pak Boediono atas Agenda IMF tersebut dengan tulisan pink (versi Inggris) di Jakartapost (27 Februari 2002):

Menteri Keuangan Boediono menyatakan optimismenya pada hari Selasa bahwa pemerintah sanggup memenuhi “Agenda Utama” yang dikeluarkan IMF sebagai syarat bantuan pendanaan [catatan: utang masih dikatakan sebagai dana bantuan].
Agenda-agenda IMF diantaranya adalah:

  1. Negara harus menjual BUMN-BUMN strategis kepada pemilik modal dengan harga yang diintervensi oleh IMF. Indosat, Telkom adalah salah satu buah produk IMF pada saat itu.
  2. Negara harus menjual bank-bank BPPN seperti BCA, Danamon, BII, dengan harga jauh dibawah  kewajaran yang akan membebani anggaran (BLBI) hingga ratusan triliun. Salah satu contohnya adalah menjual BCA seharga 10 Triliun padahal harga obligasi rekap yang melekat pada BCA 58 triliun + aset-aset tetap. Negara dirugikan lebih dari 50 triliun + bunga berjalan yang jika ditotalin hampir 100 triliun.  Inilah kasus BLBI yang hingga saat ini masih meninggalkan ketidakadilan bagi rakyat yang tidak tahu menahu.
  3. Negara harus mengurangi dan pada akhirnya harus menghapus subsidi minyak, air, listrik dan pendidikan. Kebijakan ini terus dilakukan dan pada Desember 2008, secara resmi pemerintah SBY-JK mengatakan “Tidak ada lagi subsidi minyak, kita kembali ke harga pasar“. Untuk pendidikan, diterbitnyalah UU BHP. Dengan adanya penghapusan subsidi, maka perusahaan asing baik disektorBBM maupun pendidikan akan menjadi tuan di tanah kita.
  4. Negara secara tidak langsung dipaksa untuk mengekspor barang-barang mentah ke luar negeri lalu diimpor dalam bentuk barang jadi.
  5. Negara harus tetap mengutamakan memberi bantuan yang besar kepada lembaga-lembaga/perusahaan besar. Ini disebut juga sebagai paham trickle down effect

Pihak IMF diperkirakan tiba bulan depan di Jakarta untuk mereview program reformasi  ekonomi negara ala IMF. Bantuan IMF sangatlah penting dan mendesak (krusial) bagi pemerintah untuk penjadwalan kembali skema pembayaran utang dengan [rentenir] Paris Club pada April 2002 mendatang.
Boediono sangat meyakini konsep reformasi ekonomi yang didikte oleh IMF. Tujuan IMF, Paris Club, WB dan begitu juga agen EHM seperti John Perkins akui adalah membuat kesepakatan untuk memberi pinjaman ke negara lain, jauh  lebih besar dari yang  negara itu sanggup bayar.  Dalam kesepakatan antarnegara itu, IMF, EHM CS berusaha menekan negara-negara lain agar memberikan 90 persen dari pinjamannya kepada perusahaan-perusahaan AS, seperti Halliburton atau Bechtel. Kemudian perusahaan-perusahaan AS tersebut akan masuk membangun sistem listrik, pelabuhan, jalan tol dan lainnya di negara-negara berkembang. Setelah mendapatkan utang, AS akan memeras negara tersebut sampai tak bisa membayarnya. Dengan alasan itu, barulah AS akan mendesak negara-negara lain untuk menyerahkan sumber kekayaan alamnya, seperti minyak, gas, kayu, tembaga dan lainnya ke AS. Bagaimana jika negara-negara itu menolak? John Perkins menyatakan, mereka bisa saja dibunuh. Ini bukan isapan jempol. Dua tokoh dunia, yakni Presiden Panama Omar Torijos dan Presiden Ekuador Jaime Rojos dibantai karena menolak kerja sama dengan AS. [beli buku : John Perkins : Confession of EHM – coba search internet tentang  The Dead of Omar Torijos dan The dead of Jaime Rojos]

Agenda Utama adalah persyaratan dan perihal yang harus pemerintah laksanakan. Tapi, saya yakin bahwa kita mampu memenuhi semua persyaratan tersebut tepat waktu.”, ungkap Boediono kepada Wartawan setelah sesi dengar pendapat di Komisi IX DPR.
Dari jumpa pers tersebut, sangatlah jelas bahwa Boediono sebagai Menkeu di era Gotong Royong sangat patuh pada IMF dengan agenda menjual Indonesia ke tangan swasta dan asing.

Ia [Boediono] tidak menjabarkan secara jelas apa saja “Agenda Utama” IMF tersebut. Namun, Boediono memastikan bahwa penjualan 51% saham BCA [berada dibawah naungan BPPN] dengan proses yang kredibel, dan strategi yang jelas untuk mengatasi utang yang membengkak dari Bank-Bank BPPN (yang mendapat likuiditas BLBI) hasil utang para pemilik bank tersebut, termasuk dalam daftar “Agenda Utama IMF mendesak Indonesia”.
Sejarah gamblang Boediono (Menkeu) bersama Menko Dorodjatun dan Meneg BUMN Laksamana Sukardi secara tidak langsung mengubah utang para bankir menjadi utang rakyat. Menjual BUMN  kepada Temasek sehingga satelit strategis untuk keamanan dan kedaulatan negara kita dikuasai Singapura.  Hal senada disampaikan Prof. Mubiyarto, bahwa sejak private debt [utang para bankir/swasta] dijadikan public debt [utang rakyat], sejak utang para konglomerat ”ditalangi” pemerintah, perbankan selalu mendapat subsidi, industri perbankan yang seharusnya menghasilkan pendapatan (revenue) ternyata menjadi beban (expenditure) negara/rakyat yang dibayar terus oleh pemerintah hingga saat ini. Pada tahun 1998, ”bunga utang” para konglomerat yang dibebankan kepada APBN besarnya Rp 60 trilliun, empat kali lipat dari anggaran untuk pendidikan yang hanya sekitar Rp 15 trilliun. Inilah salah satu kebijakan yang mungkin Pak Faisal Basri harus juga uraikan secara mendetil dalam tulisan beliau Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal

Untuk isi pernyataan pers  lengkap dari Boediono pada 27 Februari 2002, silahkan baca berita aslinya di Boediono upbeat on meeting key IMF programs.

Ada catatan lain yakni pada waktu menjabat sebagai Menteri Keuangan saat pemerintahan Megawati Soekarnoputri, dia menyatakan bahwa pada dasarnya subsidi bagi rakyat harus dihapus. Dan ketika para petani tebu meminta proteksi, Boediono dengan enteng menyatakan, ”Kalau petani tebu merasa bahwa menanam tebu kurang menguntungkan, tanamlah komoditas lain yang lebih menguntungkan.” (sinarharapan)

*********

Hendaknya kita mencari pemimpin dengan sosok yang sebisa mungkin memenuhi berbagai kriteria, tidak hanya berkutat pada kepribdian semata. Kepribadian Pak Boediono dengan  gaya hidup bersahaja, santun, dengan etos kerjanya patut diteladani oleh siapapun juga.  Namun, ada banyak sosok tokoh Indonesia yang bersahaja dengan etos kerja tinggi yang paham betul dan tahu solusi ekonomi yang jauh lebih merakyat dibandingkan langkah-langkah tim ekonomi saat ini termasuk didalamnya Boediono. Peningkatan anggaran APBN 3 kali lipat sejak 2004 tidak menghasilkan kesejahteraan berarti bagi rakyat kecil, bahkan sebaliknya jumlah rakyat miskin meningkat atau setidak-tidaknya tidak berubah dari angka 36 juta jiwa penduduk miskin, disisi lain para konglomerat membukukan terus kekayaan dan asetnya meningka. Sebenarnya ada banyak orang yang berpotensial disekeliling kita, namun kita selalu merendahkan orang lain yang berpotensi karena memang kita tidak memberi kesempatan mereka untuk berkiprah dan berkontribusi lebih banyak untuk negeri ini. Hanya orang-orang dekatlah dengan penguasa yang memiliki akses yang tinggi untuk sebuah jabatan atas nama “rakyat”.

Terpilihnya Boediono sebagai cawapres SBY, kita berikan ucapan Selamat. Namun, jangan sampai kita lupa perjalanan sejarah Indonesia, terutama perjalanan perekonomian bangsa ini. Bagaimana saat ini dan 10 tahun silam, kebijakan ekonomi kita masih jauh dari amanah pasal 33 UUD 1945. Begitu besar anggaran dikeluarkan untuk mensubsidi bankir-bankir kaya melalui pembayaran utang najis yang disulap dari utang swasta/bankir menjadi utang rakyat/negara.

Dan jika ada pihak yang menyangkal bahwa Boediono tidak mendukung IMF, maka mintalah pak Boediono mencabut ulang konferensi pers dan segala bentuk kebijakan “Agenda Utama” IMF pada tahun 2002.

Salam Perubahan,
15 Mei 2009, ech-nusantaraku

Baca Juga Ulasan Komprehensif oleh Sdr Rusdi Mathari:
Pak Boed yang Tidak Saya Kenal (Artikel 1Artikel 2Artikel 3 )

59 Komentar leave one →
  1. Mei 30, 2009 12:09 AM

    terima kasih tambahan informasi yang diberikan 🙂

  2. Juni 5, 2009 5:31 PM

    Mohon izin saya copy tulisan dan diskusi yang hebat ini ke blog saya. Makasih

  3. Kesatria cyber permalink
    Juni 21, 2009 4:54 PM

    Hmm…
    Indah betul perbedaan. Semoga semua yg ada bisa dan berani dipertanggungjwbkan.
    Adakah atw beranikah anda (penulis) “mengungkap SISI LAIN (positif dan negatif, jgn cm negatif) calon yg laen”

    Dan jg mengungkap “sisi positif Pak Boediono”.

    Key
    Q tugu

    “..perbuatan mencari2 kesalahan org laen sbenarnya adalah mencari2 sisi negatifnya sendiri..” RGR

    • Juni 21, 2009 5:02 PM

      Seorang kesatria Cyber, sudahkah Anda mengklik link-link di atas?
      Tidak Kesatria membaca Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal? Bukankah itu sisi positif dari Pak Boed?
      Saya tanya kepada Anda (jika sudah berkeluarg), jika Anak Anda melakukan kesalahan, lalu apa yang akan anda lakukan? Dibiarin, kesalahannya ditutupin?
      Kita bukan semata mencari kesalahan, tapi mencari kebenaran.
      Jika Anda tidak ingin mencari kebenaran dengan alibi-alibi Anda, maka sejak awal kita memang berbeda persepsi dalam hal ini. Sulit akan menemukan titik diskusi.
      Sebaiknya, sebelum Anda menunggu, klik link-link biru di atas. Dan mungkin akan jauh lebih baik membaca link tersebut dulu sebelum memberi komentar.
      Trims

  4. Kesatria cyber permalink
    Juni 21, 2009 5:00 PM

    Sebuah puisi yg saya buat untuk mreka2 yg mengatas namakan kebenaran dalam kata :
    Cerminkanlah jika merasa hanya dirimu
    Biarkan setapak langkah pikirmu memutar balikkannya
    Hingga tiada daya menjelma

    Oh ya bagi yg mau berkunjung k blog saya

    Kesatria_cyber.wordpress.com
    Tp blm da tulisannya ^_^
    Atw FB/FS/PERFSPOT, e-mail add :
    Kesatria_cyber@yahoo.com

    Thanx

  5. Kesatria cyber permalink
    Juni 21, 2009 5:36 PM

    Kali ni g komen
    Revisi alamat :

    Kesatriacyber.wordpress.com

    Mohon maaf baru belajar buat

    Mungkin untuk saat ini isinya kurang penting
    (Msh ujian akhir semester)
    InsyaAllah bulan depan mulai rajin diisi
    InsyaAllah isinya tentang komputer, politik, dan sastra

    Trimz
    Mohon do’a, dukungannya, serta partisipasinya
    Semoga bermanfaat

    Dari anak akuntansi Brawijaya.

  6. Kesatria cyber permalink
    Juni 21, 2009 5:44 PM

    Trimakasih jawabannya
    Mohon maaf jika ada kata2 kurang berkenan dan mungkin menurut anda salah.
    Dan saya memang belum detil melihat link
    Memang benar anda mengungkap fakta sisi positif tp saya rasa kurang berimbang krn sisi positìf yang anda tunjukkan hanya dr sisi personality
    Dan saya yakin bahwa stiap calon jg memiliki sisi positif dlm personality
    Coba anda cari juga sisi positif kebijakan beliau. Nah, mgkin menurt saya hal tsb akan ada perimbangan.
    ^_^

    • Juni 21, 2009 6:10 PM

      Gak apa-apa, mohon maaf juga atas balasan komentar saya.
      Dalam tulisan https://nusantaranews.wordpress.com/2009/05/13/10-alasan-sby-memilih-boediono-sebagai-cawapres/
      Saya mengatakan bahwa diatas 70% pilihan SBY untuk Boediono sudah tepat. Yang perlu kita lakukan adalah perubahan. Siapapun setiap warga negara secara tidak langsung bertanggung jawab atas seluruh kebijakan publik.
      Sedangkan link dari “Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal” secara jelas mengatakan Pak Boed hidup sederhana, tidak banyak bicara. Ini kepribadian beliau.
      Dalam kebijakan makro ekonomi, pak Boed memiliki kompetensi tersebut. Justru dalam keahlian tersebut, banyak pihak pun sependapat bahwa pak Boed jauh lebih tepat di Bank Indonesia. Sedangkan, kebijakan strategis bagi perekonomian negara (sektoral), perlu pengenjawatahan UUD 1945 yang lebih kuat, dimana perlu membangkitkan peran Pemerintah, BUMN, UKM yang lebih besar daripada memberi kebebasan berlebih pada sektor korporasi asing besar serta free trade.
      Trims

  7. Kesatria cyber permalink
    Juni 21, 2009 5:50 PM

    Mohon maaf lagi jika kata2 saya terlalu kekanak2an krn mm saya msh berstatus sbgai penuntut ilmu dan saya belum “berkeluarga”.
    Mgkin itulah yg menjadikan saya kurang peka spt halnya seorang bpk kpd anaknya.
    Dan tentu saja seorang bapak yg bijak bisa membenarkan tdk sekedar menyalahkan.
    Mencari solusi bukan sekedar memperuncing masalah. Karena memang tdk akan pnh ketemu. Krn antara Bpk dan anak merasa benar (dan mencari pembenaran diri)

    Thanx

  8. Kesatria cyber permalink
    Juni 21, 2009 6:26 PM

    Bang…,
    Q suka cara pandang abang yg cukup membuka mata dan pikiran “bagi sbgaian org”
    Bang q akses cuma via HP, so krg jelaz n cepet capek bc (tlsanx kcl)
    Someday qt diskusi y ttg politik
    Ksh koment di blogq
    Tp g bln ni cz msh tahap pembangunan
    ^_^

    Bang aq td sbenernya cuma asal browsing
    E…, nemu yg seru
    Blh minta Link yg ni? (Dr hp g bgt jelaz yg mana linkx)

    Bang mw tanya, sisi postf neolìb da g sih?
    Trus sisi negatf eko kerakyatan da g?
    Thanx

    • Juni 21, 2009 7:16 PM

      Link satu : http://faisalbasri.kompasiana.com/2009/05/14/pak-boed-yang-saya-kenal/
      ——
      Tidak ada kebijakan yang ekonomi yang murni : neoliberal atau sosialis.
      Yang ada adalah kecenderungan dominan ekonomi.
      Untuk yang liberalisasi dominan, maka untungnya adalah adanya kompetisi produk, kebebasan berusaha yang tinggi (karean peran pemerintah dikurangi), membuka peluang sebesar-besarnya investasi asing dalam berbagai sektor dari industri hulu hingga hilir, atau dengan kata lain “kebebasan yang besar untuk berekonomi”.
      Sisi negatif dari ekonom yang dominan kerakyatan (sosialis) adalah umumnya lawan dari itu.
      ——
      Karena ekonomi Indonesia tercermin dalam UUD 1945, yang dijabarkan sebagai Ekonomi Pancasila, maka platform kita memang ke arah kerakyatan yang bergotong royong yang melindungi sektor-sektor strategis, pembatasan investasi dalam beberapa aspek di hulu dan hilir, namun tetap mengembangkan kompetisi yang berimbang. Karena kekurangan neolib adalah “kepuasan yang tidak berhenti”, menguasai sektor hanya demi keuntungan korporasi. Sedangkan salah satu pilar ekonomi negara ala Ekonomi Pancasila adalah menjalankan bisnis strategis via BUMN untuk kemakmuran rakyat, menguasai kekayaan alam dan gas yang seadil-adilnya untk kemakmuran rakyat, bukan segelintir rakyat yang memiliki kapital serta pengembangan UKM (koperasi yang kompetitif).
      Jadi yang lebih tepat adalah Ekonomi Pancasila yang memberi pemerintah, DPR, BPK + masyarakat memberi peran besar bagi BUMN, memberi perhatian pada UKM, dan mengenjot nilai-nilai produk hingga value tertinggi. Yang berbeda sosialis dari Pancasilaisme adalah “demokrasi”-nya.
      Esensi Ekonomi ala Pancasila ini saya pikir telah diterapkan China sejak dimulai 1978. Pembukaan pasar, tapi dibawah kendali Pemerintah. Meliberalkan sektor-sektor tertentu, tapi sektor-sektor strategis tetap dikuasai negara. Sedangkan BUMN dan sektor UKM mendapat prioritas lebih utama. China mengenjot UKM dan industrinya dengan subsidi yang besar, berbeda dengan kita yang kurang memberi perhatian kepada industri UKM.
      Trims

  9. Kesatria cyber permalink
    Juni 21, 2009 6:32 PM

    Aku mau tanya lagi
    “Jika seandainya nanti terpilh” Pak Boed tdk melakukan tindakan2 yg sbelumx dkwtirkan, bahkan justru krn beliau paham betul “neoliberalìsm” beliau buang sisi negatifx. Dan menjadikan Indonesia kuat Baik dalam Luar Negri
    Apa yg akan anda katakan?

    ^_^

    • callighan permalink
      Juni 21, 2009 7:28 PM

      When a movable object meets an irresistible force, the object moves.
      And so would Pak Boed.

    • Juni 21, 2009 7:46 PM

      @Kesatria cybe
      Setahu saya, pak Boed akan melanjutkan membantu kebijakan yang selama ini dilakukan Pak SBY. Dalam pemikiran saya, maka bila pak Boed menjadi Wapres, posisi rakyat kita tidak akan jauh dari 4.5 tahun ini. Dari visi-misi yang dijabarkan dalam janji politik, tidak ada perubahan mendasar sistem yang selama ini terus dihasilkan. Meskipun ada kebijakan yang semestinya (didasarkan konstitusi), namun dengan paradigma liberalisasi yang sangat mengkhawatirkan, makatelah muncul kebijakan seperti PP 36/2005, PP 55/2005, UU 18/2008, apalagi dalam berbagai kebijakan departemen, muncul bea 0% serta free trade lebih banyak merugikan rakyat Indonesia, tapi menguntungkan pengusaha bermodal besar.
      Kebijakan liberalisasi dalam berbagai sektor, terlalu memsuperiorkan kekuatan asing, peningkatan anggaran yang besar tanpa perubahan besar.
      Dan satu lagi, jika benar Pak Boed mengakui bahwa terjadi arus neoliberalisasi yang selama ini terjadi, maka ia sendiri meminta UU, peraturan, dan keputusan yang selama ini menambah beban rakyat dan kedaulatan rakyat, harus dicabut.
      Maka, seandainya ini semua ia lakukan, maka “saya akan mendukung semua keputusan yang baik”. Dan saya akan mengajak semua pihak untuk mendukung itu.
      Karena pada prinsipnya, hal baik harus kita dukung, sedangkan hal yang tidak baik mesti kita tolak atau kritisi untuk dilakukan perubahan.
      Terima kasih.

      @ callighan
      Thanks for this sentences.

  10. Juli 6, 2009 4:17 PM

    “CONTROL”, kata tersebut yang sebenarnya harus kita jalankan untuk kemajuan bangsa ini. Para Mahasiswa sebenarnya sudah mencoba dengan berbagai cara kontrol terhadap kebijakan pemerintahan tersebut, hanya saja kadang pemerintah (siapapun) lupa semua agenda programnya setelah menjabat. Tetapi bagi kita sebagai masyarakat yang peduli akan kemajuan bangsanya, mestinya tidak akan pernah putus asa dan terus berusaha dalam mengontrol negara ini, artinya “jangan hanya selalu mengkritik dan mencari kesalahan orang tersebut tetapi berikan solusi dan argumentasinya, jangan seperti anak kecil yang minta sesuatu pada bapaknya tetapi bapaknya bilang tidak boleh karena bapaknya menanyakan kepada anaknya untuk apa kamu pengen itu dan anaknya tidak memberikan alasan, pokoknya pengen itu, ya pasti bapaknya akan menolak permintaan anaknya tersebut.

    Jadi kita harus memberikan kontrol yang baik dengan argument yangbaik pula, bila mana perlu debat/diskusi secara sehat di situ agar semua masyarakat kecil juga faham dengan isue yang tengah dibicarakan dan belajar dalam berargumen juga.

    sekian
    Wong Ndeso

  11. Arie permalink
    Juli 7, 2009 9:27 PM

    Nice discussion. Semua ada positif dan negatif tapi minimal punya integritas yang baik. Saya hanya memimpikan seorang pemimpin akan hadir di NKRI ini, bukan penguasa yang membesarkan perutnya dan golongannya saja. So.. no comment untuk saat ini.. ngikut baca diskusi ini ja deh….

Trackbacks

  1. Public Blog Kompasiana» Blog Archive » Isu KKN SBY dan JK, Apa yang Harus Dilakukan?

Tinggalkan Balasan ke lanang Batalkan balasan