Lanjut ke konten

“Kebaikan” SBY Pada Ong Yuliana & Anggoro, Si “Pencatut” Nama

November 7, 2009

https://i0.wp.com/d.yimg.com/hb/xp/viva/20091021/22/3455080216-kpk-terus-buru-buronan-anggoro-widjojo.jpgBerikut dua percakapan antara Anggodo dengan Anggoro dan Anggodo dengan Ong Yuliana yang membawa-bawa nama SBY ikut serta dalam makelar kasus suap-korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) oleh PT Masaro.

Petikan pembicaran Anggodo kepada pria yang diduga sebagai Anggoro 24 Juli 2009 silam :

  • Anggoro: “Wes gandeng karo Ritonga kok dek’e” (dia sudah berkomunikasi dengan Ritonga kok)
  • Anggodo: “Janji ambek Ritonga, final gelar iku sama kejaksaan lagi, trakhir Senen” (Ritonga janji gelar kasus terakhir di Kejaksaan hari Senin)
  • Anggoro: “…sambil ngenteni surate RI-1 thok nek?” (Tinggal menunggu surat dari RI-1 saja)
  • Anggodo: “Lha kon takok’o Truno, tho” (kamu tanya ke Truno donk/sebutan untuk Mabes Polri)
  • Anggoro: “Yo mengko bengi, engko bengi dek’e” (iya entar malam saya tanya)

Petikan pembicaran Anggodo kepada Ong Yuliana pada 6 Agustus silam :

  • Ong Yuliana: “Pokoke saiki (pokoknya sekarang) SBY mendukung. SBY itu mendukung Ritonga lho
  • Anggodo sempat tidak percaya : Koen ngarang ae! (Kamu ngarang aja nih!)
  • Ong Yuliana meyakinkan: “Harus ditegakno, ngarang yo opo sih? (harus ditegakkan, ngarang gimana sih)?
  • …. diakhir pembicaraan telepon
  • Ong Yuliana: “Ini Pak SBY ngerti (tahu). SBY mendukung kita.”

Untuk download file mp3 rekaman (silahkan klik ini)

Dalam percakapan di atas, Anggoro, Anggodo dan Ong Yuliana membawa-bawa nama SBY ikut dalam penyelesaian kasus yang sedang dialami oleh Anggoro Widjojo, Komisaris PT Masaro yang menjadi buronan KPK. Dalam rekaman KPK tersebut, pembicaraan Anggoro maupun Ong Yuliana dengan Anggodo tampak begitu akrab dengan sosok SBY, terlebih mereka ‘berani’ menyebut-nyebut bahwa SBY (RI-1) mendukung aksi yang dilakukan pihak Anggodo. Ong Yuliana meyakinkan bahwa SBY memberi dukungan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga yang akan membantu proses hukum Anggoro Widjaja.

Transkrip percakapan hasil penyadapan KPK terhadap Anggoro selama Juli-Agustus 2009 ini bocor ketangan media pada 26 Oktober 2009. Transkrip rekaman ini membuat resah berbagai pihak yang disebut-sebut dalam rekaman tersebut, tidak terkecuali orang nomor-1 di RI yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Masyarakat bertanya-tanya atas isu ini, sekaligus berharap Presiden SBY memberi klarifikasi dan tindakan pengusutan serta proses hukum yang jelas kepada si-xxx (identitas belum jelas, sebelum pembukaan rekaman oleh MK pada 4 November 2009). Seperti diduga, Presiden SBY geram ada orang yang ‘mencatut’ namanya masuk dalam rekaman tersebut.  Berdasarkan Kamus Besar Bhs. Indonesia (KBBI), mencatut berarti menyalahgunakan (kekuasaan, nama orang, jabatan, dsb) untuk mencari keuntungan.

Tanggapan Pihak Istana dan Sekitarnya

Pra Pemutaran Rekaman Penyadapan KPK di MK

Karena merasa namanya dicatut oleh si-XXX , Presiden SBY yang sedang berada di luar negeri meminta agar kasus tersebut diusut secara tuntas disertai langkah-langkah hukum dari aparat berwenang. Pernyataan tersebut lalu disampaikan oleh Staf Khusus Kepresidenan Bidang Hukum Denny Indrayana dalam jumpa pers di Istana Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (28/10/2009).

“Langkah selanjutnya, perlu ada pengusutan tuntas termasuk langkah-langkah hukum dari aparat yang berwenang.….Kalau terkait dengan Presiden karena pencatutan tidak ada yang benar, semuanya bohong,” Staf Khusus Kepresidenan Denny Indrayana (Okezone)

Selain Denny Indrayana, Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal menyatakan bahwa pencatutan nama Presiden merupakan tindakan illegal dan harus diusut tuntas.

“Presiden ingin agar ini diusut dan tindaklanjuti sampai tuntas, karena masalah pencatutan nama presiden adalah sesuatu hal yang serius,”
Jubir Presiden Dino Patti Djalal (Okezone)

Kemarahan SBY karena namanya dicatut, langsung memberi perintah kepada Kapolri untuk mengusut tuntas transkip rekaman yang mencatut namanya.”Pokoknya hari ini akan ada langkah kongkret, hari ini akan dirilis di Mabes Polri pkl 11.00-12.00 WIB secara langsung oleh Wakabareskrim dan Kadiv Humas. Pokoknya langkahnya jelas,” ujar Kapolri secara tegas (inilah). Penindakan dengan hukum ini dipertegas oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto yang mengatakan siapapun pelaku pencatutan nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus diusut tuntas sesuai prosedur hukum. “Siapapun, kita harus selesaikan, ikuti proses hukum yang berlaku,” kata Menkopolhukam Djoko Suyanto usai menghadiri ‘National Summit’ di Jakarta, 28 Oktober 2008 (kapanlagi).

Pasca Pemutaran Rekaman Penyadapan KPK di MK

Tidak hanya SBY, Staf Presiden dan Jubir Presiden yang gerah dengan ‘pencatutan’ nama SBY dalam penyelesaian kasus hukum Anggoro Widjaja. Pasca pembukaan rekaman penyadapan KPK pada 4 Nov 2009, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang juga petinggi partai Demokrat Marzuki Alie mengatakan pencatut nama SBY dalam rekaman telepon yang melibatkan Anggodo Widjojo harus dihukum berat.

“Adanya yang menyebut nama Presiden dalam rekaman. Siapapun orang yang mencatut nama Presiden harus diberikan hukuman yang berat,”
Tak hanya meminta dihukum berat, Marzuki juga berpendapat, pelaku pencatut itu harus segera dicekal. “Agar tidak kabur dan kehilangan jejak. Ini kepala negara loh yang dicatut sehingga kami rekomendasikan dihukum berat,”
kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta – 4 Nov 2009 (kompas)

Perubahan 180° Sikap Pak SBY

Berbeda dengan sebelum mendengar langsung rekaman pencatutan, pasca mendengar 4.5 jam rekaman percakapan Anggodo Widjaja dengan sejumlah petinggi hukum dan pihak yang sarat dengan “cukong peradilan”, sikap SBY justru berubah drastis.

Meskipun namanya jelas-jelas disebut-sebut dalam rekaman dugaan kriminalisasi pimpinan KPK, Presiden SBY memastikan tidak akan menuntut secara hukum seseorang yang diduga Ong Juliana Gunawan. Melalui stafnya Denny Indrayana, SBY telah merubah sikapnya. Bila pernyataan awal bahwa “perlu ada pengusutan tuntas termasuk langkah-langkah hukum dari aparat yang berwenang”, kini statusnya diturunkan menjadi harus diusut tuntas saja” (tanpa termasuk langkah-langkah hukum).

“Itu kan bukan delik aduan. Presiden katakan itu harus diusut tuntas saja.
Itu kan kembang-kembang, dan sampingan yang bukan fokus. Kalau menurut saya penyebutan itu maksud orang untuk meningkatkan bargaining saja pada lawan bicara. Kalau kita fokus ke sana malah kehilangan arah,” Denny Indrayana, 6 November 2009 (Kompas)

****

Kita tidak tahu apa yang membuat presiden berubah sikap atas ‘pencatutan’ namanya dalam pembicaraan Anggodo – Ong Yuliana dan Anggoro. Secara ilmu komunikasi bahasa, alasan yang disampaikan oleh Denny Indrayana bahwa proses ini tidak dituntut secara hukum karena “penyebutan itu maksud orang untuk meningkatkan bargaining saja pada lawan bicara” telah keluar dari konteks “pencatutan”.  Padahal dalam KBBI, secara jelas mengatakan bahwa yang namanya pencatutan adalah tindakan menggunakan nama orang/jabatan (SBY sebagai Presiden) untuk mencari keuntungan.

Dan jika SBY memang tidak terlibat, maka penyebutan nama SBY dalam pembicaraan tersebut layak disebut pencatutan. Dan karena merasa dicatut itu pula, pada tanggal 28 Oktober 2009 SBY meminta kasus ini diusut tuntas beserta proses hukumnya. Bahkan politisi Demokrat merekomendasikan Ong Yuliana yang disebut-sebut sebagai memiliki ‘aktivitas’ narkotika mendapat hukuman berat.

Apakah mungkin SBY berubah sikap dari semula geram dan marah karena nama  SBY (RI-1) telah salah digunakan dan secara tidak langsung telah mencemar nama baik SBY mendukung dugaan kriminilasasi KPK berubaha menjadi sang pemaaf setelah Adik buronan KPK Anggoro Widjojo, Anggodo Widjojo, meminta maaf kepada Presiden SBY?

Permohonan maaf saya kepada Bapak Presiden. Saya tidak bermaksud mencatut nama Presiden,”
kata Anggodo Widjojo, Selasa (3/11) di Jakarta (kompas)

Apakah karena Anggodo meminta maaf, lantas SBY memaafkan Anggoro dan Ong Yuliana?  Padahal pelaku utama yang mencatut nama SBY adalah Ong Yuliana, dan Anggoro!

Mereka (Selain Ong Yuliana dan Anggoro) yang Pernah Disemprot SBY

Sudah banyak orang yang telah “disemprot” oleh SBY ketika ada pihak-pihak yang mencemarkan nama baik SBY. Semua pihak baik dari rakyat jelata maupun politisi kawakan seperti Zaenal Maarif pernah berhadapan masalah hukum dengan SBY karena didakwa pencemaran nama baik, fitnah atau sekadar ‘ancaman’ kecewa.

  1. SBY Menuntuk Mantan Wakil Ketua DPR, Zaenal Maarif Hukuman Satu Tahun Penjara (Komisi Yudisial)
    Alasan : Zaenal Maarif mencemarkan nama baik Presiden dengan menyatakan SBY pernah menikah sebelum masuk Akademi Militer di hadapan para wartawan pada 26 Juli 2007.
  2. Pengacara Eggi Sudjana Didakwa Hina Presiden (Antara)
    Alasan: SBY merasa namanya dicemar oleh pernyataan Eggi Sudjana  pada 3 Januari 2006 di lobi Gedung KPK, bahwa ia ingin mengklarifikasi kepada Ketua KPK atau jajaran KPK tentang adanya pengusaha yang memberikan mobil yang mungkin bermerk Jaguar kepada Kementerian Sekretaris Kabinet (sekab) dan Jurubicara Presiden, juga kepada Presiden yang kemudian dipakai oleh anaknya.
  3. Tulis SMS   SBY Bermental Tempe”, Kepsek Felix Setiawan Ditangkap Polda Kalbar (okezone)
    Alasan :
    karena perjuangan Kepsek TK Felix Setiawan untuk menverifikasi ukuran tanah milik Sekolah tidak digubris berkali-kali, Felix menuliskan keluh kesahnya ke SMS Presiden SBY 9949. Dalam SMS pertama dia mendapat kiriman.
    “Itu bukan urusan saya, silahkan ke pemerintah setempat,” tulis SMS tersebut.
    Kesal karena tidak mendapatkan tanggapan serius, Felix kemudian membalas dengan tulisan:
    Bagaimana Bapak Presiden, jangan hanya mengurusi tahu tempe. Ini masalah serius, ini masalah pendidikan. Kalau bapak seperti ini, berarti mental bapak seperti tempe.”

Jika seorang pengacara seperti Eggi Sudjana, seorang kepala sekolah TK Felix Setiawan hingga mantan Wakil Ketua DPR Zaenal Maarif bisa ditahan dan/atau didakwa, maka hal yang ganjil jika pernyataan Ong Yuliana dan Anggoro yang menyatakan SBY ikut ‘berkonspirasi’ dalam kasus PT Masaro tidak ditanggapi serius oleh SBY.

SBY Diam, SBY Terlibat?

“Maaf” yang diberikan SBY kepada mereka yang telah mencatut namanya merupakan perlakuan istimewa SBY, atau bisa dikatakan sangat istimewa. Jika Ong Yuliana dan Anggoro hanya mencatut nama SBY seolah-olah SBY mendukung gerakan mafia koruptor, maka sebagai Presiden dan pemimpin rakyat/bangsa harus bertindak memulihkan namanya yang dicatut.

Selama tidak ada permintaan maaf atau proses hukum yang jelas pada Ong Yuliana dan Anggoro yang mencatut nama SBY, maka selama itupula rakyat Indonesia akan terhina bahwa ada orang yang berani menfitnah Presiden RI telah mendukung ‘buronan’ sekaligus kroni tersangka suap-koruptor SKRT. Jika memang SBY adalah seorang yang baik hati dan pemaaf, maka sudah semestinya proses hukum ‘pencatutan’ kepala negara seperti disebutkan Ketua DPR Marzukie Alie harus ditindak. Karena ini menyangkut harkat dan martabat kehormatan Presiden sebagai pemimpin negara.

Jika Presiden SBY tidak menuntut pemulihan namanya, maka ini berarti Presiden SBY mengakui bahwa isi rekaman tersebut  benar. SBY secara tidak langsung mengakui pernyataan Ong Yuliana dan Anggoro bahwa SBY mendukung Anggoro, Anggodo, Ong Yuliana melalui AH Ritonga benar adanya, dan buka rekayasa. Hal ini dikemukan oleh pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia, Effendi Gazali, di Gedung DPR, Kamis (5/11).

Pernyataan Effendi Gazali (kompas)

“Presiden bilang, usut yang mencatut namanya. Sekarang sudah ketahuan yang mencatut nama Presiden. Lalu, polisi bilang belum menemukan untuk menahan Anggodo. Tapi, kenapa Presiden atau kuasa hukumnya tidak melaporkan Anggodo ke polisi?”

Secara logika komunikasi politik, menjadi pertanyaan besar jika Presiden tak menindaklanjuti pernyataannya dengan pelaporan. Apa logikanya? “Logika awam, komunikasi dan politik, kalau Presiden sampai besok tidak melaporkan Anggodo untuk perbuatan tidak menyenangkan atau pencemaran nama baik, berarti Presiden mengakui bahwa rekaman itu benar,”

“Secara logika sederhana, Presiden terlibat dalam skenario jika tidak melaporkan Anggodo. Rakyat bisa bilang bahwa Presiden kita terlibat. Yang nyatut siapa, sudah ketahuan kok,”

Jadi, apa makna perubahan ‘kebaikan’ SBY kepada Ong Yuliana dan Anggoro? Benarkah nama SBY ‘dicatut’? Jika tidak benar, jangan sampai nama kepala negara kita dipermainkan oleh para buronan KPK!

Salam Nusantaraku,
ech-wan, 7 Nov 2009

52 Komentar leave one →
  1. reza permalink
    November 10, 2009 12:52 AM

    hukum di Indonesia hanya milik org yg berkantong tebal…..

  2. bona permalink
    November 10, 2009 1:40 PM

    ada udang di balik batu, ada rahasia di balik itu…. sapa yang tau

  3. cut ina santania permalink
    November 10, 2009 5:50 PM

    masa kalah sama mafia ece-ece,idiot-idiot lagi…….

  4. November 10, 2009 10:05 PM

    AKHIR ZAMAN MEMANG SUDAH DEKAT…..BANYAK KORUPTOR DI DUNIA INI

    INGIN TAU KABAR TERBARU MENGENAI AKHIR ZAMAN ???
    http://www.penuai.wordpress.com

  5. nirwan permalink
    November 11, 2009 2:27 PM

    sudah benar itu, sudah. sekarang logika mana yg dipakai : deduksi-kah atau induksi…

    Deduksi: SBY terlibat; bagaimana keterlibatannya, apa perannya dan keuntungannya? (indikator: rekaman Anggodo yang menyebut tegas nama Presiden dengan kata “SBY” dan “RI I”)
    Induksi: perseterusan KPK, POlri, kejaksaan punya satu benang merah yaitu kasus Century.

    Kecenderungan pola sosial yg ada sekarang memakai pola induksi, di mana yang terbeber di mata masyarakat adalah perseteruan jaksa, polri dan jaksa plus komponen hukum lainnya dalam bingkai “mafia hukum”. Penguasa jelas lebih diuntungkan karena bisa bermain di pusaran diskursus sosial dalam rangka “reformasi hukum dan pemberantasan korupsi” dan belum kuatnya civil society dalam menghempang isu tersebut. Kedua penguasa bisa sangat mudah memainkan kartu-kartu restrukturisasi (misalnya pencopotan pejabat-pejabat).

    Terserah yang mana mau dipakai. Namun, isu perseteruan ini tidak boleh lagi “hanya” diturunkan atau direduksi cuma menjadi perkelahian “cicak vs buaya”… sudah pastilah, bila dua pihak bertanding tinju, ada pelatih, penonton dan yang terpenting adalah “PROMOTOR PERTANDINGAN”.

    salam

  6. assetty permalink
    November 13, 2009 8:34 AM

    jangan biarkan hukum diinjak injak oleh segelintir
    orang….

  7. November 15, 2009 2:29 AM

    Presiden Pengecut………………………………………..

  8. November 16, 2009 9:48 AM

    Ayo dong Pak Presiden lanjutan pemberantasan korupsi

  9. Blonde permalink
    November 19, 2009 9:41 AM

    padahal smua pernyataannya diketahui oleh masyarakat Indonesia lho, kok ya gak malu sih, tadinya marah trus jadi “sayang”

    semula saya berharap banyak dengan terpilihnya “dia” kembali, tapi baru jalan beberapa bulan saja sudah keliatan cacatnya, gak tau deh beberapa bulan lagi bagaimana sikapnya nanti. Sama saja ternyata dengan pemimpin-pemimpin yang sebelumnya, selalu merangkul dan menggandeng masyarakat kelas paling atas saja
    bullshit…..

  10. arya kr. sovak permalink
    November 19, 2009 3:01 PM

    Ternyata selama ini kita dipimpin oleh orang-orang yang mungkin nggak sadar bahwa mereka sudah tidak punya integritas dan wibawa di mata rakyat. Bagaiana caranya kita, rakyat Indonesia, menyadarkan mereka akan lunturnya integritas dan wibawanya?
    Jawabannya adalah PEMBANGKANGAN NASIONAL

  11. syukriy permalink
    November 23, 2009 9:33 AM

    Bukankah kita memang memilih,d an sekarang memiliki, presiden yang baik hati?

  12. November 24, 2009 7:48 PM

    Di sinyalir ada ketimpangan sikap dan konspirasi besar di balik kursi kepresidenan kali ini.

    Skandal pengunduran mantan Kapolda Jatim dari Polri terkait DPT Pilgub Jatim yang di duga mengalami intervensi dari istana yang menggunakan tentakel kepala buaya RI, Dugaan Ijazah Palsu Gubernur Banten, skandal YKDK, skandal Bank Century, skandal DPT Pemilu 2009 oleh KPU.

    Boleh jadi, pengusutan atas banyak skandal di negeri ini akan mengakibatkan krisis kepercayaan publik atas kepemimpinan seorang presiden. Bila sampai rakyat sampai tumpah dalam aksi people power, maka pensiun dini jabatan presiden RI bukanlah sebuah pilihan melainkan keharusan.

    Kredibilitas lembaga perwakilan rakyat, telah menurun. Bila hal ini terjadi, maka kompenen civil society akan mencabut mandat anggota perwakilannya dan memaksa turun seorang presiden untuk ke sekian kalinya.

    Institusi penegak hukum, Polri dan Kejaksaan Agung telah hilang kepercayaan publik untuk mengurusi hukum di negeri ini. Mereka telah melebur menjadi Badan Rekayasa dan Kriminalisasi, di bawah komando Anggodo Widjojo.

  13. rumi permalink
    Desember 4, 2009 8:57 PM

    Kemarin Golput…

  14. hermanto permalink
    Desember 5, 2009 8:45 PM

    Semoga tuhan nggak tambah marah besar sama bangsa kita yang sudah kacau balau oleh ulah para koruptor brengsek…
    kalau tuhan marah wah bisa bisa benar benar terjadi tuh kiamat 2012……
    Kalau boleh usul ke pemerintah Indonesia tolong ditiru itu Pemerintah China yang hebat…… Mereka nggak segan segan menghukum mati Para Koruptor.
    Korupsi Miliaran eh hukuman nya paling juga 1 s/d 2-3 tahun…..Kalau begitu Saya aja mau kalau ada kesempatan.
    Misal nih…..Saya Korupsi 1 miliar. Ketangkap ama kpk dihukum 1o tahun. saya masih setuju aja.
    kenapa……ayo coba analisa.
    Berarti saya selama dalam penjara punya gaji selama 1 tahun = 100 juta. kalau 10 thn=1 M.
    masih lumayan. Coba aja kerja tunggang balik nggak bakalan terkumpul uang 100 juta setahun….hua…..hua…. ini misal lho….
    tapi kalau ada yang minat ya coba coba aja… mumpung Pak Antasari lagi di rundung masalah…..!

  15. Desember 10, 2009 1:29 AM

    aneh yah, nama dicatut tapi gak nuntut ??

Tinggalkan komentar