Lanjut ke konten

Jangan Jadi Menteri “Ular Berkepala Dua”

Oktober 19, 2009

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6A ayat 1 UUD 1945)

Menteri Ular Berkepala Dua

Menteri Ular Berkepala Dua

Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat merupakan salah satu ciri dari sistem presidensial. Dan dalam hal ini, Indonesia menganut sistem presidensial. Dengan sistem presidensial, presiden yang terpilih memimpin pemerintahan sekaligus negara dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.  Tugas dari menteri adalah sebagai pembantu dalam menjalankan tugas presiden. Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen. Dan baik Presiden maupun Menteri tidak bertanggungjawab kepada kekuasan legislatif (DPR). DPR hanya bertugas mengawasi sekaligus menyusun anggaran bersama pemerintah (+ Undang-Undang).

Tugas Presiden, Tugas Menteri, Tugas Maha Berat

Berdasarkan UU, menteri adalah pembantu Presiden yang melaksanakan tugas untuk mewujudkan tujuan negara seperti tertuang dalam pembukaan konstitusi 1945 kita:

  • Melindungi  segenap  bangsa Indonesia  dan  seluruh  tumpah  darah  Indonesia,
  • memajukan kesejahteraan  umum,
  • mencerdaskan  kehidupan  bangsa,  dan
  • ikut melaksanakan  ketertiban  dunia  yang  berdasarkan  kemerdekaan, perdamaian  abadi,  dan  keadilan  sosial.

Dalam hati sanubari seorang Presiden, Wakil Presiden bersama menteri-menterinya harus telah terpatri tugas bekerja, berpikir untuk bangsa dan negara. Presiden, Wakil Presiden bersama menterinya harus melepas dualisme pengabdian. Pengabdian mereka harus tertuju pada bangsa dan negara. Tidak ada kata mengabdi bagi kepentingan golongan ataupun partai. Seorang Presiden, Wapres dan Menteri sudah mewakafkan dirinya untuk melindungi bangsanya, memajukan kesejahteraan umum (bukan kesejahteraan pribadi), meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia setinggi-tingginya serta menjaga keutuhan NKRI, kedamaian dunia.

Presiden, Wapres bersama menterinya harus memerintah seraya melayani 230.000.000 rakyat Indonesia. Karena tugas besar ini pula, maka uang negara/rakyat (melalui APBN) telah disediakan untuk kebutuhan Kepresidenan sebesar Rp 322,7 miliar, kebutuhan Wakil Presiden sebesar Rp 127,4 miliar pada tahun 2008. Akomodasi presiden dan wakil presiden ini belum termasuk biaya pengamanan presiden dan wakil presiden yang mencapai Rp 57,4 miliar + Dewan Pertimbangan Presiden sebesar Rp 21,8 miliar. Biaya untuk dua orang petinggi negara kita saja, yakni Presiden dan Wakil Presiden sedikitnya menghabiskan 529 miliar pada tahun 2008. Angka ini belum tersebut biaya rapat dan lain-lain pada pos Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang bila ditotalin semua mencapai Rp 1.106,4 miliar. (Laporan LKPP RI Tahun 2008.)

Privilege yang wah dan ekselusif tidak hanya dirasakan oleh Presiden dan Wakil Presiden, para menteri kabinet pun diberi fasilitas dan gaji+tunjangan yang wah. Dengan gaji pokok+tunjangan sekitar Rp 20 juta per bulan, seorang menteri mendapat tunjangan operasional sebesar Rp 100 juta per bulan.  Meski biaya negara dari pajak rakyat (+resource lain) yang dikeluarkan cukup besar bagi presiden, wapres dan menterinya, rakyat mungkin bisa memakluminya. Rakyat bisa memaklumi karena tugas yang diemban Presiden beserta Kabinetnya tidak enteng.

Menteri atau Partai!

Jika tugas dan tanggungjawab presiden beserta menterinya tidak enteng, maka sudah seyogianya baik Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri-Menterinya harus melepas semua jabatan/posisi yang tidak berhubungan dengan tugas negara, tugas yang hanya untuk kemaslahatan umum, dan tugas yang tidak berhubungan dengan departemen yang dipimpinnya. Apa saja yang tidak berhubungan dengan tugas negara/departemen yang dipimpinnya?

Berdasarkan Pasal 23 UU 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, seorang menteri dilarang :

  1. menjadi  pejabat  negara  lainnya  sesuai  dengan  peraturan  perundang-undangan;
  2. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta;
  3. pimpinan  organisasi  yang  dibiayai  dari  Anggaran
    Pendapatan  Belanja  Negara  dan/atau  Anggaran
    Pendapatan Belanja Daerah.

Bahkan dalam penjelasannya, secara tegas dikatakan bahwa seorang menteri diharapkan  seorang  menteri  dapat  melepaskan  tugas  dan  jabatan-jabatan  lainnya  termasuk  jabatan dalam partai politik. Kesemuanya  itu bukanlah untuk membatasi ‘kehebatan’ seorang menteri yang multi talenta, namun murni dalam rangka meningkatkan profesionalisme, pelaksanaan urusan kementerian  yang  lebih  fokus  kepada  tugas  pokok  dan  fungsinya yang lebih bertanggung jawab.

Dan menurut pandangan saya, seorang menteri tidak hanya diharapkan untuk melepaskan jabatan dalam partai politik, namun melepaskan jabatan di partai politik merupkan keharusan!! Tidak hanya menteri semata, seorang presiden dan wakil presiden pun harus melepas jabatan di partai, terlebih posisi strategis/vital di partai. Jika mereka (Presiden, wakil presiden, dan menteri-menteri) masih menjabat posisi strategis partai, maka mereka layak diberi gelar “Menteri Ular Berkepala Dua”. Terima tugas negara, dapat uang dan fasilitas wah, namun masih saja ngurus partai!

Jangan Jadi Menteri “Ular Berkepala Dua”

Selama kampanye pilpres silam, SBY (Boediono) sering berkoar-koar dan berjanji menjalankan pemerintahan yang profesional (kabinet kerja), dan bahkan dalam salah satu kriteria pemilihan wapresnya (10 Alasan SBY Memilih Boediono Sebagai Cawapres), SBY mengatakan hanya akan memilih tokoh yang tidak memegang posisi teras partai.  Namun, selama ini SBY mengingkari diri sendiri, SBY justru menjadikan dirinya memiliki fungsi dualisme. Sebagai Presiden RI, SBY menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Hal yang sama dengan Wapres Jusuf Kalla yang menjabat sebagai Ketua Umum Golkar.

“Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Itulah pepatah yang tepat untuk mengambarkan menteri-menteri SBY dalam kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009. Berikut nama-nama menteri-menteri “ular berkepala ular yang menerima (‘makan’) uang rakyat pada KIB 2004-2009, tapi masih bekerja untuk partai.

  1. Presiden SBY, rangkap jabatan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
  2. Wakil Presiden Jusuf Kalla, rangkap jabatan Ketua Umum Partai Golkar
  3. Menko Kesra Aburizal Bakrie, rangkap jabatan Anggota Dewan Penasehat P. Golkar
  4. Men. Koperasi dan UKM Suryadharma Ali, rangkap jabatan sebagai sebagai Ketum PPP.
  5. Mensesneg Hatta Radjasa, rangkap jabatan Wa.Ketua Majelis Pertimbangan PAN
  6. Meneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, rangkap jabatan sebagai Ketua DPP PKPI
  7. Men. Kehutanan MS Kabanrangkap jabatan Ketua Umum Partai Bulan Bintang
  8. Meneg Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy, rangkap jabatan Sekjen PKB
  9. Men. Hukum & HAM Andi Mattalata, rangkap jabatan Ketua DPP Partai Golkar
  10. Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzettarangkap jabatan Wa. Bendara P. Golkar
  11. Meneg Pendy. Aparatur Negara Taufiq Effendirangkap jabatan WaSekjen P. Demokrat
  12. Men. Perindustrian Fahmi Idris, rangkap jabatanp anggota Dewan Penasehat P. Golkar
  13. Men. Kelautan & Perikanan Freddy Numberi, rangkap jabatan anggota Dewan Pembina P. Demokrat.
  14. Men. Kebudayaan & Pariwisata Jero Wacikrangkap jabatan anggota Dewan Pembina P. Demokrat.
  15. Men. Sosial Bachtiar Chamsyah, rangkap jabatan Ketua Majelis Pertimbangan PPP

Catatan : rangkap jabatan (baca : menteri ‘ular berkepala dua’)

Menteri-Menteri dari Kader Partai, tapi tidak menjabat sebagai petinggi partai **)

  1. Menteri Pertanian Anton Apriantono, kader PKS
  2. Meneg Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, kader PKS
  3. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, kader PAN
  4. Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo, kader PAN

Selama saya googling, nama-nama mereka tidak masuk dalam pejabat/petinggi partai secara struktural. Jika ada yang yang salah, tolong diberitahu. Trims.

Jadilah Menteri yang Profesional

Dari 34 partai di Kabinet Indonesia bersatu, menteri-menteri yang non kader partai setidaknya telah melaksanakan amanah dengan tidak memiliki jabatan ganda, dengan tidak menjadi pengurus sebuah organisasi atau partai. Dan berdasarkan sistem pemerintah kita, maka sudah semestinya semua menteri harus profesional dan meninggalkan bendera partai. Mereka harus melepaskan posisi sebagai Ketua DPP, anggota Ketua/Anggota Dewan Pembina/Penasehat/Pertimbangan Partai, Ketua/Anggota Majelis Syuro, Sekjen atau Bendara Partai. Mereka hanya boleh memegang satu jabatan yakni jabatan sebagai menteri, jabatan sebagai Presiden, atau Wapres.

Selama 24 jam dalam 1 hari, 7 hari dalam seminggu, dan 12 bulan dalam 1 tahun, mereka adalah menteri, mereka adalah pejabat negara. Setiap detik mereka adalah pemimpin sekaligus pelayan bagi negara dan bangsa. Bukan untuk partai atau organisasi ataupun golongan.

Dengan paradigma ini, maka setiap warga Indonesia tanpa kecuali apapun latarnya  berhak untuk dipilih menjadi menteri. Mau dari akademisi, profesi, pebisnis, pensiunan tentara/polisi, aktivis, kader partai atau siapapun selama orang tersebut memiliki skill, komitmen, profesionalisme, dan integritas untuk memperjuangkan tujuan negara.  Mau dari kader partai apapun,  seperti kader Demokrat, PKS, PKB, PPP dan PAN (+Golkar) memiliki hak untuk dijadikan menteri. Termasuk pula PDIP, Gerindra atau Hanura, asalkan memiliki komitmen, skill, profesionalisme dan integritas tinggi serta harus ‘angkat kaki’ dari partai. Hal ini diperkuat dengan sistem presidensial yang dianut dalam negara ini serta secara bersamaan nilai-nilai Pancasila tidak mengajar oposisi (politik).

Dalam sistem pemerintahan, tidak ada yang namanya oposisi atau koalisi yang berdiri sendiri, namun semua pihak harus bekerja secara profesional. Seorang anggota kabinet harus memiliki jiwa koalisi apabila program yang diajukan/dilaksanakan sesuai dengan cita-cita pelayanan masyarakat, dan apabila rancangan program tidak sesuai dengan idealisme dan nurani, maka seorang menteri menyatakan sikap oposisi yakni oposisi yang profesional. Bukan oposisi politis. Karena berkoalisi atau beroposisi hendaknya dilaksanakan ditempat yang tempat yakni tempat partai politik bersinggasana “Senayan”.

Untuk meraih hasil yang maksimum, maka menteri haruslah profesionalitas dan berkomitmen yang tinggi. Seorang menteri harus ahli dalam bidangnya. Bagaimana seorang pemain sepakbola disuruh bermain bulutangkis, renang atau sejenisnya. Ini namanya tidak nyambung! Dan bila kriteria sudah tepat, keahlian sudah klop, komitmen dan integritas ditegakkan, maka terakhir jadilah menteri yang tidak seperti “ular berkepala dua”.

Selamat bekerja! Dan akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada Pemerintahan SBY-JK 2004-2009 beserta jajarananya menterinya. Terima kasih atas pengabdiannya, meskipun dalam berbagai sisi sebagai masyarakat saya tetap kecewa. Salah satunya seperti yang saya tulis di atas. Dan tulisan sebelumnya : SBY yang Gagal 11 Janji : Jangan Pilih Capres Banyak Janji.

Selamat Datang Kabinet Indonesia Bersatu II

Salam Perubahan,
ech-wan, 20 Oktober 2009

21 Komentar leave one →
  1. Oktober 20, 2009 8:49 AM

    Mas Ech-wan thank u untuk artikelnya yang menambah wawasan seperti ini.
    Tajam namun tetap sopan.

    Saya urun pendapat sedikit, sebenarnya hanya menyokong pendapat anda. Tidak mungkin seseorang bisa mendua dengan adil. Salah satu pastilah akan mendapat porsi yang lebih dari yang satunya, karena keadilan yang hakiki hanya milik yang Empunya Kehidupan saja.

    Jadi ketika seorang menteri, atau pejabat pemerintah masih merangkap (kalo istilah anda sih berkepala dua) bisa terjadi overlapping ketika mengambil keputusan. Berat ke partai atau berat ke Sumpah Jabatan. Paling tidak ada pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan itu. Walau begitu, saya mengucapkan:

    Selamat Datang Pemerintahan dan Kabinet Indonesia Bersatu yang ke II.
    Saya menanti aspirasi juga janji-janji yang dulu pernah terucap agar terealisasi.
    Semoga bisa menjalankan amanah sebaik-baiknya.

    salam, EKA

    • Oktober 21, 2009 2:06 PM

      Terima kasih Sis. Eka atas tambahannya, terutama Tidak mungkin seseorang bisa mendua dengan adil. Salah satu pastilah akan mendapat porsi yang lebih dari yang satunya. Yang untung biasanya partai, jadi yang akan merasakan tidak adil justru rakyatnya.

  2. Oktober 20, 2009 10:19 AM

    gimana kalo istilah “ular” diganti saja jadi “kucing”, biar tidak terlalu sangar deh:)

    Btw, sepakat kalo harus profesional dalam bekerja. Tapi di konstitusi kita tidak melarang kalau dari utusan partai kan? Bahkan seorang menteri harus berhadapan dengan politisi, yakni anggota DPR dalam membahas peraturan seperti UU.

    Dan sayangnya tidak semua kalangan profesional itu punya kemampuan dan dukungan politik. Sebaliknya banyak politisi kita memiliki latar belakang teknis dan punya akses ke lembaga atau kalangan profesional.

    • Oktober 21, 2009 2:04 PM

      Saya hanya coba menggunakan peribahasa yang cocok bagi mereka yang ‘mendua’kan sebuah jabatan besar yang diberikan, sementara ia masih terus berkarya bagi kepentingan partai/golongan.
      Dalam konteks ini, saya juga tidak menolak menteri dari partai.
      …setiap warga Indonesia tanpa kecuali apapun latarnya berhak untuk dipilih menjadi menteri. Mau dari akademisi, profesi, pebisnis, pensiunan tentara/polisi, aktivis, kader partai atau siapapun selama orang tersebut memiliki skill, komitmen, profesionalisme, dan integritas untuk memperjuangkan tujuan negara…, asalkan menteri tersebut harus melepas jabatan strategis di partai. Selama mereka merangkap jabatan, maka :
      1. Waktu mereka untuk memikirkan permasalahan bangsa akan tersita untuk kepetingan partai.
      2. Terjadinya konflik kepentingan partai vs rakyat/negara.

  3. Oktober 20, 2009 10:41 AM

    ketiga nih diamankan duyu..

    • Oktober 20, 2009 10:44 AM

      semoga saya mereka bisa baik, karena besar harapan masyarakat Indonesia untuk memperbaiki keadaan saat ini agar lebih baik sejahtera makmur damai, jauh dari virus korupsi, kolusi dan akal akalan nepotisme, walau kadang kami sering skeptis karena sering dikibuli yah sekarang berharap baik dulu aja deh

  4. Oktober 20, 2009 6:00 PM

    kepala yang satu untuk partai kepala yang satunya untuk atasan, untuk rakyat aja deh pak / bu menteri

  5. butway permalink
    Oktober 20, 2009 7:54 PM

    moral pejabat yang harus dibenahi dahulu sebelum membenahi rakyatnya. jangan ada udang dibalik batu yang mengakibatkan rakyat menderita.

  6. Oktober 20, 2009 10:14 PM

    Yang Paling-Mengerikan dan Sudah Terjadi selama ini, adalah: POLITISASI-PROFESIONALISME disegala bidang, Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
    Apa keadaan ini akan berlanjut?

    Note:
    Pilih mana PER-UBAH-AN atau PE-RUBAH-AN…

  7. Oktober 20, 2009 10:30 PM

    Saya ingat gebrakan awal Reformasi adalah euphoria Dikotomi Supremasi Sipil vs ABRI…
    Eh…yang muncul SUPREMASI-POLITISASI

    Hancur…NKRI

  8. Oktober 21, 2009 8:03 AM

    boleh saja mentri dari partai asal dia bisa bersikap professional dan mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan partainya … tapi saya koq agak ragu dengan mentri2 yang dipilih sby

  9. wye' permalink
    Oktober 21, 2009 12:31 PM

    smuanya….hanya tinggal harapan untuk bisa di dambakan..bukan impian yang tak bisa di wujudkan….SBY-BODIONO tlah di lantik tgl 20-10-09…..meskipun kemarin saya memilih JK-WIN,…..saya tetap mendukung pemerintahan yang ada sekrang ini…..kita hanya ber”HARAP”..smoga menteri yang di lantik nanti…harus lebih menonjol SDMnya…ketimbang JASAnya…….

  10. Oktober 21, 2009 3:37 PM

    terima kasih atas sarannya. entah kenapa hari ini sudah bisa langsung approve di wordpress.com padahal saya belum kontak alamat yang mas sarankan.

  11. Oktober 21, 2009 4:40 PM

    sing penting ga jangan banyak omong …kasihan rakyat

  12. jokosby permalink
    Oktober 22, 2009 7:59 PM

    Kalo Para pejabat masih seperti “Ular Berkepala Dua” berarti mereka belum Profesional.

    Perlu sertifikasi Menteri kali Mas biar lebih profesional???

  13. defrimardinsyah permalink
    Oktober 24, 2009 1:59 PM

    Nusantaraku,

    Mari kita galang kekuatan dunia blogger dan aktivis di dunia internet untuk bersama-sama mendorong agar para menteri yang ada di dalam kabinet Indonesia bersatu 2 yang masih merangkap jabatan didalam partai politik, untuk segera melepaskan salah satu jabatannya, mundur dari kursi menteri atau mundur dari pengurus Partai Politik…

    Langkah yang dapat ditempuh tentu saja dengan mengungkap sebanyak mungkin fakta-fakta tentang keburukan dari rangkap jabatan tersebut, menuliskan tentang ini di blog, di milist di facebook, dan di semua media internet yang dapat ditulis…

    tentu saja dengan himbauan juga kepada semua pihak, mulai dari media masa, aktifis reformasi, para mahasiswa, kader partai politik untuk melakukan gerakan untuk menuntut agar para menteri yang rangkap jabatan tersebut untuk mundur….


    Menko Kesra Agung Laksono … mangkir dari tugasnya… dengan mengikuti rapat fraksi Partai Golkar di DPR pada hari jumat 23 Oktober 2009…
    mangkir = korupsi waktu

    membicarakan bahwa “pemimpin ikar janji tidak akan dipilih lagi ” nampaknya seperti usaha sia-sia, karena tetap saja pencitraan yang menggunakan dana yang luar biasa pada masa kampanye akan mengalahkan fakta yang ada….

    yang bisa kita lakukan adalah doronglah mereka yang sudah duduk ini, untuk berjalan pada jalan yang benar…

    semoga usaha ini membawa hasil dan bangsa ini menuju arah yang lebih baik
    AMIN

    • Oktober 25, 2009 4:52 PM

      Mari kita galang dukungan tersebut dengan kritikan yang dapat diterima masyarakat (harus dengan lembut, karena masyarakat kita phobia dengan kritik pedas).
      “pemimpin ikar janji tidak akan dipilih lagi ” nampaknya seperti usaha sia-sia, karena tetap saja pencitraan yang menggunakan dana yang luar biasa pada masa kampanye akan mengalahkan fakta yang ada….
      Kalimat ini mesti menjadi tag line di media-media.

  14. November 3, 2009 6:32 PM

    itu ejean mentri

  15. sahats permalink
    November 4, 2009 8:58 PM

    lihat aja komentar men Hu kam Patrialis tentang rekaman rekayasa kriminalisasi KPK di MK

Tinggalkan komentar